Label

Jumat, 14 November 2014

Pluralitas Agama

Pluralitas Agama
Sesungguhnya orang-orang mukmin beserta orang-orang yahudi, nasrani siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari qiamat dan beramal shalih, mereka akan mendapat kan pahala dari Tuhan mereka dan tidak akan kuatir, tidak pula akan bersedih hati.

Secara tekstual (harfiyyah) ayat di atas memberikan suatu indikasi atas beragamnya manusia dalam berbagai agama. Dalam wacana al-Qur`an, agama sering disebut sebagai al-dien (91) kali atau al-millah (14) kali, sedangkan kosa kata inggris mengunakan term “Religion” (berasal dari :relegere, latin). Meskipun secara lughawi, ketiga term tersebut berbeda, secara maknawi (istilah) memberikan suatu pengertian sebagai sejumlah peraturan-peraturan (konvensi) yang bisa menjadi suatu kebiasaan yang harus dipatuhi, dimana pengikutnya harus tunduk dan patuh kepadanya, yang biasanya dituangkan dalam suatu kumpulan kitab suci yang harus dibaca.

Dengan demikian, agama dalam beberapa halmemiliki doktrin-doktrin yang tidak bisa diganggu  gugat (absolutisme, qath`iy), disamping hal-hal lain yang bersifat dzonniy, relativisme. Persoalan terakhir , dalam realitanya, akan banyak dijumpai, dari pada ajaran-ajaran doktrinal yang absolut. Aturan-aturan yang bersifat relativistik, sering dijadikan frame operasional suatu agama (syari`ah). Karena itu, eksistensinya lebih terasa keras, menyeramkan, bahkan ekstrim. Apalagi kalu dibungkus dengan bendera “politik”.

Ayat ke-62 surat Al-Baqarah tersebut, disisi lain, menggoreskan suatu pemahaman yang akan meredam kontroversi antar agama-agama di dunia. Kalau kita renungkan secara mendalam, disertai sifat yang tidak emosional serta bi-husni al-niyyat, ayat diatas tidak hanya meretaskan benteng-benteng syari`ah yang banyak bersifat dzonniyyat, tapi juga memupus pagar-pagar absolutisme agama yang banyak terefleksi pada doktrin-doktrin theologi. Bagi Allah swt, dalam nash ayat tadi, kebajikan dan balasan baik (pahala syurga) tidak akan melihat predikat mukmin, yahudi, kristiani, majusi, budhis, hinduis, penganut kong Hu Cu ataupun label-label agama lainnya, namun titik tekanannya hanya pada kemauan mereka beriman kepada-Nya dan kehidupan akhiratserta beramal shalih.

Macam-macam Agama di Dunia
Menyebutkan macam-macam agama di dunia, tidak mungin bisa dihitung dengan hitungan jari saja, atau cukup dibatasi satu, dua atau lima buah saja. Karena itu tepat, jika para "the founding father” Republik Indonesia mencantumkan secara ausa` dalam UUD `45, bahwa setiap warga negara diberi kebebasan untuk memeluk agama sesuai dengan kepercayaan dan keyakinan masing-masing (pasal 29 UUD `45).

Secara global, diberbagai kawasan, negara-negara dan bangsa-bangsa di muka bumi, hampir memiliki variasi agama yang dianut. Mula-mula Animisme dan Dinamisme (bisa dikategorikan al-shabai`in)  merupakan tren tipologi agama diberbagai penjuru dunia. Benda-benda, tumbuh-tumbuhan ataupun binatang yang dianggap keramat dan memiliki kekuatan magic dijadikan sarana penyembahan. Disini, jelas, meskipun secara lahiriah penganut aliran ini menyembah bensa-benda, namun perasaan bathinnya memancarkan kepercayaan (baca: keimanan) tentang adanya dzat yang “mbaurekso” jagat seisinya. Belum adanya kitab suci yang dijadikan landasan peribadatan, belum menjadikannya sebagai agama secara sempurna. Performance semacam ini nampak beberapa model tata peribadatan bangsa Mesir Kuno, Babilonia, Yunani, Romawi, serta bangsa-bangsa lainnya, termasuk nenek moyang bangsa Indonesia.

Sementara itu, di kawasan asia barat (Hindustan, India), terdapat dua agama besar, yakni hindu dan budha. Kedua agama ini , sudah memiliki kesempurnaan sebagai sebuah agama dibandingkan kepercayaan sebelumya. Pemeluk kedua agama inipun meluas hingga merata ke seluruh kawasan benua asia , terutama daerah Asia tenggara. Sedangkan kawasan timur jauh, juga muncul dua agama besar, yaitu konfusianisme (Kong Hu Cu) dan Shinto. Konfusianisme lebih banyak berkembang di daerah China, sementara Shintoisme lebih banyak dipeluk oleh bangsa Jepang. Perlu ditandaskan pula bahwa sangat tidak beralasan, jika dikatan bahwa Kong Hu Cu itu tidak termasuk jenis agama. Karena selain fakta sejarah maupun realitas ajaran-ajaran konfusianisme, tidak satupun agamawan dan sejarawan yang berfikir jernih memandang secara sebelah mata terhadap agama tersebut.

Kawasan timur tengah memiliki tipologi agama yang bermacam-macam pula. Bangsa Persia (sekarang Iran) memiliki agama Zoroaster dan Majusi. Bangsa Ibrani serta Bani Israil pada umumnya memiliki agama Yahudi dan Nasrani. Namun dalam perjalanan selanjutnya, agama Nasrani (kristen) berkembang keseluruh penjuru dunia, bahkan saat ini agama yang dianut sebagian besar penduduk dunia.

Akhirnya islam merupakan agama paling akhir yang muncul dari kuminitas bangsa arab. Agama ini, memang sejak semula diproyeksikan sebagai pemungkas agama-agama samawi. Oleh karena itu misinya bercorak plural dan universal (rahmatan lil alamin). Setelah lahirnya islam semenjak pertengahan abad ke -7 miladiah, sampai saat ini belum muncul, atau bisa dikatakan tidak ada lagi agama besar yang muncul.

Patut dicatat pula, disamping agama-agama besar dunia tersebut, sebenarnya tidak sedikit pula agama-agama (kepercayaan)yang bersifat lokal dan dianut oleh jejumlah orang yang tidak begitu besar komunitasnya. Begitu pula, agama-agama yang belum bisa ditulis oleh para sejarawan.


Wal Hasil, obyektifitas hakikat kebenaran suatu agama sangatlah subjektif. Eksistensinya sangat ditentukan dan dipengaruhi oleh apa yang ditemukan oleh manusia dari pemahaman ajaran-ajaran (baca: kitab suci) yang dipelajari. Tuhanpun telah merestui dan membenarkan atas sunnahNya yang demikian. Pemahamna yang tuntas dan sempurna serta paripurna terhadap essensi utama agama yang diyakini, pada akhirnya, dapat mempertemukan pada satu “as” (pusat sumbu) dari beraneka ragam corak keyakinan dan kepercayaan . hanya kepadaNyalah kebenaran yang hakiki dan milikNya pula semua realita alam semesta seisinya. Tidak ada satupun realitas yang terjadi kecuali hanya sebagai tajalli dariNya.

Sekedar berkarya