Pluralitas Agama
Sesungguhnya orang-orang mukmin
beserta orang-orang yahudi, nasrani siapa saja diantara mereka yang benar-benar
beriman kepada Allah, hari qiamat dan beramal shalih, mereka akan mendapat kan
pahala dari Tuhan mereka dan tidak akan kuatir, tidak pula akan bersedih hati.
Secara tekstual (harfiyyah) ayat
di atas memberikan suatu indikasi atas beragamnya manusia dalam berbagai agama.
Dalam wacana al-Qur`an, agama sering disebut sebagai al-dien (91) kali atau
al-millah (14) kali, sedangkan kosa kata inggris mengunakan term “Religion”
(berasal dari :relegere, latin). Meskipun secara lughawi, ketiga term tersebut
berbeda, secara maknawi (istilah) memberikan suatu pengertian sebagai sejumlah
peraturan-peraturan (konvensi) yang bisa menjadi suatu kebiasaan yang harus
dipatuhi, dimana pengikutnya harus tunduk dan patuh kepadanya, yang biasanya
dituangkan dalam suatu kumpulan kitab suci yang harus dibaca.
Dengan demikian, agama dalam
beberapa halmemiliki doktrin-doktrin yang tidak bisa diganggu gugat (absolutisme, qath`iy), disamping
hal-hal lain yang bersifat dzonniy, relativisme. Persoalan terakhir , dalam
realitanya, akan banyak dijumpai, dari pada ajaran-ajaran doktrinal yang
absolut. Aturan-aturan yang bersifat relativistik, sering dijadikan frame
operasional suatu agama (syari`ah). Karena itu, eksistensinya lebih terasa
keras, menyeramkan, bahkan ekstrim. Apalagi kalu dibungkus dengan bendera “politik”.
Ayat ke-62 surat Al-Baqarah
tersebut, disisi lain, menggoreskan suatu pemahaman yang akan meredam
kontroversi antar agama-agama di dunia. Kalau kita renungkan secara mendalam,
disertai sifat yang tidak emosional serta bi-husni al-niyyat, ayat diatas tidak
hanya meretaskan benteng-benteng syari`ah yang banyak bersifat dzonniyyat, tapi
juga memupus pagar-pagar absolutisme agama yang banyak terefleksi pada
doktrin-doktrin theologi. Bagi Allah swt, dalam nash ayat tadi, kebajikan dan
balasan baik (pahala syurga) tidak akan melihat predikat mukmin, yahudi,
kristiani, majusi, budhis, hinduis, penganut kong Hu Cu ataupun label-label
agama lainnya, namun titik tekanannya hanya pada kemauan mereka beriman
kepada-Nya dan kehidupan akhiratserta beramal shalih.
Macam-macam Agama di Dunia
Menyebutkan macam-macam agama di dunia,
tidak mungin bisa dihitung dengan hitungan jari saja, atau cukup dibatasi satu,
dua atau lima buah saja. Karena itu tepat, jika para "the founding father”
Republik Indonesia mencantumkan secara ausa` dalam UUD `45, bahwa setiap warga
negara diberi kebebasan untuk memeluk agama sesuai dengan kepercayaan dan
keyakinan masing-masing (pasal 29 UUD `45).
Secara global, diberbagai
kawasan, negara-negara dan bangsa-bangsa di muka bumi, hampir memiliki variasi
agama yang dianut. Mula-mula Animisme dan Dinamisme (bisa dikategorikan
al-shabai`in) merupakan tren tipologi
agama diberbagai penjuru dunia. Benda-benda, tumbuh-tumbuhan ataupun binatang
yang dianggap keramat dan memiliki kekuatan magic dijadikan sarana penyembahan.
Disini, jelas, meskipun secara lahiriah penganut aliran ini menyembah
bensa-benda, namun perasaan bathinnya memancarkan kepercayaan (baca: keimanan)
tentang adanya dzat yang “mbaurekso” jagat seisinya. Belum adanya kitab suci
yang dijadikan landasan peribadatan, belum menjadikannya sebagai agama secara
sempurna. Performance semacam ini nampak beberapa model tata peribadatan bangsa
Mesir Kuno, Babilonia, Yunani, Romawi, serta bangsa-bangsa lainnya, termasuk
nenek moyang bangsa Indonesia.
Sementara itu, di kawasan asia
barat (Hindustan, India), terdapat dua agama besar, yakni hindu dan budha. Kedua
agama ini , sudah memiliki kesempurnaan sebagai sebuah agama dibandingkan
kepercayaan sebelumya. Pemeluk kedua agama inipun meluas hingga merata ke
seluruh kawasan benua asia , terutama daerah Asia tenggara. Sedangkan kawasan
timur jauh, juga muncul dua agama besar, yaitu konfusianisme (Kong Hu Cu) dan
Shinto. Konfusianisme lebih banyak berkembang di daerah China, sementara
Shintoisme lebih banyak dipeluk oleh bangsa Jepang. Perlu ditandaskan pula
bahwa sangat tidak beralasan, jika dikatan bahwa Kong Hu Cu itu tidak termasuk
jenis agama. Karena selain fakta sejarah maupun realitas ajaran-ajaran
konfusianisme, tidak satupun agamawan dan sejarawan yang berfikir jernih
memandang secara sebelah mata terhadap agama tersebut.
Kawasan timur tengah memiliki
tipologi agama yang bermacam-macam pula. Bangsa Persia (sekarang Iran) memiliki
agama Zoroaster dan Majusi. Bangsa Ibrani serta Bani Israil pada umumnya
memiliki agama Yahudi dan Nasrani. Namun dalam perjalanan selanjutnya, agama Nasrani
(kristen) berkembang keseluruh penjuru dunia, bahkan saat ini agama yang dianut
sebagian besar penduduk dunia.
Akhirnya islam merupakan agama
paling akhir yang muncul dari kuminitas bangsa arab. Agama ini, memang sejak
semula diproyeksikan sebagai pemungkas agama-agama samawi. Oleh karena itu
misinya bercorak plural dan universal (rahmatan lil alamin). Setelah lahirnya
islam semenjak pertengahan abad ke -7 miladiah, sampai saat ini belum muncul,
atau bisa dikatakan tidak ada lagi agama besar yang muncul.
Patut dicatat pula, disamping
agama-agama besar dunia tersebut, sebenarnya tidak sedikit pula agama-agama (kepercayaan)yang
bersifat lokal dan dianut oleh jejumlah orang yang tidak begitu besar
komunitasnya. Begitu pula, agama-agama yang belum bisa ditulis oleh para
sejarawan.
Wal Hasil, obyektifitas hakikat kebenaran suatu agama sangatlah subjektif. Eksistensinya sangat ditentukan dan dipengaruhi oleh apa yang ditemukan oleh manusia dari pemahaman ajaran-ajaran (baca: kitab suci) yang dipelajari. Tuhanpun telah merestui dan membenarkan atas sunnahNya yang demikian. Pemahamna yang tuntas dan sempurna serta paripurna terhadap essensi utama agama yang diyakini, pada akhirnya, dapat mempertemukan pada satu “as” (pusat sumbu) dari beraneka ragam corak keyakinan dan kepercayaan . hanya kepadaNyalah kebenaran yang hakiki dan milikNya pula semua realita alam semesta seisinya. Tidak ada satupun realitas yang terjadi kecuali hanya sebagai tajalli dariNya.